Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

#18 Faedah dari Kitab Tauhid : TAFSIR SYAHADAT “LAA ILAAHA ILLALLAH”


#18  Faedah dari Kitab Tauhid

 

TAFSIR SYAHADAT “LAA ILAAHA ILLALLAH”

 

Makna syahadat Laa ilaaha illallah

Makna Syahadat (persaksian) meliputi empat hal berikut :

1. Mengilmui dan meyakini kebenaran yang di persaksikan

2. Mengucapkan dengan lisannya

3. Menyampaikan persaksiannya tersebut kepada orang lain

4. Konsekuen dengan persaksian

 

Kalimat laa ilaaha illallah  )لا إله إلا الله  (terdiri dari empat kata yaitu,

1. Laa (لا)

2. Ilaaha ((إله

3. Illa ((إلا

4. Lafazh "Allah"  ((الله

 

Makna masing-masing kata tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kata “Laa” adalah kata yang disebut dengan “huruf laa nafiyatu lil jinsi” (fungsinya adalah untuk meniadakan atau menolak semua anggota dari kata yang sedang dibicarakan). Peniadaan yang dimaksudkan dalam kata ini adalah meniadakan sifat uluhiyyah (sesembahan) yang benar dari sesembahan apa pun juga “selain Allah".

2. Kata “Ilaaha” adalah isim (semacam kata benda) yang mengikuti pola (wazan) fi’aal. Dalam bahasa Arab, wazan fi’aal kadang bermakna isim fa’il (pelaku perbuatan) dan terkadang pula bermakna isim maf ’ul (objek perbuatan). Dalam bahasa Arab, kata “Ilaaha” diambil dari kata “alaha” yang maknanya (sinonimnya) adalah ‘abada (menyembah). Dalam kasus ini, kata “Ilaaha” mengikuti wazan fi’aal yang maknanya maf ’ul. Sehingga “ilaah” bermakna ma’luh atau ma’bud (yang berarti “yang disembah” atau “sesembahan”). Hal ini sebagaimana kata “ kitaab” (buku) yang bermakna “maktub” (sesuatu yang ditulis).

 

“Ilah” atau sesembahan adalah segala sesuatu yang menjadi tempat bergantungnya hati, sesuatu yang dijadikan oleh hati sebagai tumpuan rasa cinta, takut, berharap, dan ber-tawakkal kepadanya. Demikian juga, “ilah” adalah segala sesuatu yang ditujukan kepadanya bentuk-bentuk pendekatan diri, seperti berdoa, sujud, kurban, nadzar, dan lain-lain. Maka barangsiapa yang berserah diri atau melakukan aktivitas pendekatan diri kepada selain Allah I, berarti dia telah menjadikan selain Allah I tersebut sebagai ilah-nya. Meskipun dia tetap meyakini bahwa yang menciptakan, mengatur, memberi manfaat, dan menolak mudharat hanya Allah semata.

 

3.Kata “Illa” yang berfungsi untuk pengecualian.

4. Kata/lafazh “Allah” yang menunjukkan sesembahan yang benar. Karena kata “Allah” dikecualikan dengan kata “illa”.

 

Dari perincian di atas, maka makna kalimat “laa ilaaha illallah” yang benar adalah, “Tidak ada sesembahan yang benar (berhak disembah) kecuali Allah”. Dengan demikian, makna “laa ilaaha illallah” adalah menafikan (mengingkari) segala sesembahan selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala  dan hanya menetapkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja sebagai sesembahan yang benar.

 

Dengan  demikian, kalimat tauhid  “laa ilaaha illallah” memiliki dua rukun, yaitu:

1. Nafi, yang berarti menafikan seluruh sesembahan selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Artinya, semua sesembahan selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah sesembahan yang bathil, tidak berhak untuk disembah sama sekali. Inilah makna kalimat “laa ilaaha”.

2. Itsbat, yang berarti menetapkan hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala  saja yang berhak

untuk disembah. Inilah makna kalimat “illallah”.

 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala  berfirman tentang kedua rukun ini,

ذٰلِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْحَقُّ وَاَنَّ مَا يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِه هُوَ الْبَاطِلُ وَاَنَّ اللّٰهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيْرُ

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (sesembahan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah (sesembahan) yang batil. Dan sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha tinggi lagi Maha besar”. (QS. Al-Hajj : 62)

 

BEBERAPA AYAT MENUNJUKKAN TAFSIR SYAHADAT "LAA ILAAHA ILLALLAH"

 

Ayat pertama,

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَه وَيَخَافُوْنَ عَذَابَه اِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوْرًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.”(QS. Al-Israa’ : 57)

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang-orang musyrik ada yang menyembah selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala, yaitu dari kalangan orang-orang shalih seperti Isa, Maryam, ‘Uzair, dan lain-lain. Dengan demikian, makna “laa ilaaha illallah” adalah pengabdian yang murni hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala saja dan tidak mengambil perantara dalam beribadah kepada-Nya

 

Ayat kedua,

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِه اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ فَاِنَّه سَيَهْدِيْنِ وَجَعَلَهَا كَلِمَةً  بَاقِيَةً فِيْ عَقِبِه لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah, kecuali (kamu menyembah) Allah yang menciptakanku; karena sungguh, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Dan (Ibrahim) menjadikan (kalimat tauhid) itu kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepada kalimat tauhid itu)” (QS. Az-Zukhruf : 26-28)

 

Kalimat yang dimaksudkan dalam ayat di atas adalah “laa ilaaha illallah” berdasarkan kesepakatan ahli tafsir. Ayat di atas menunjukkan bahwa makna syahadat “laa ilaaha illallah” adalah seseorang harus membenci, memusuhi, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya.

 

Ayat ketiga,

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

اِتَّخَذُوْا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا اُمِرُوْا اِلَّا لِيَعْبُدُوْا اِلٰهًا وَّاحِدًا لَا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ سُبْحٰنَه عَمَّا يُشْرِكُوْنَ

“Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At-Taubah : 31)

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu kandungan makna “laa ilaaha illallah” adalah ketaatan mutlak hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan taat kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam kemaksiatan adalah bentuk kesyirikan.

 

Ayat keempat,

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

 

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ  وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اَشَدُّ حُبًّا لله وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ

"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS. Al-Baqarah : 165)

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu kandungan makna “laa ilaaha illallah” adalah hanya mencintai Allah Subhanahu Wa Ta'ala  saja, dan mencintai selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam bentuk cinta yang bersifat ibadah adalah bentuk kesyirikan.

 

 

Abu Musyaffa'  Hardadi


Maraji’ :

- Mutiara Faidah Kitab Tauhid karangan Ustadz Abu Isa Abdullah bin Salam Hafizhahullahu Ta’ala.

 


Abu Musyaffa' Hardadi
Abu Musyaffa' Hardadi Hamba Allah

Posting Komentar untuk "#18 Faedah dari Kitab Tauhid : TAFSIR SYAHADAT “LAA ILAAHA ILLALLAH”"